Menu Tutup

Generasi Medsos, Narsisme, dan Penyakit Sosial Anak Muda Era Ini

DatDut.Com – Kita hidup di zaman internet sebagai pelengkap hidup, dan sebagai kebutuhan primer. Yang mana, tanpa internet kita seperti kehilangan separuh nafas dari diri ini, dan merasa menjadi orang yang paling dungu di alam semesta. Oke maaf, mungkin terdengar agak berlebihan untuk diterangkan. Tapi, kenyataan di lapangan memang seperti itu, dan saya pun salah satu “korban” yang terkena imbasnya.

Dampak dari internet pun amat luas, dan sangat menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Mulai dari bawah, tengah, atas, kanan, kiri, hingga seluruh posisi yang tak terjangkau. Terutama sosial media, seperti facebook, instagram, twitter, dll. Seseorang yang tak terkenal sama sekali hari ini, bisa jadi esok menjadi viral yang amat “wow” di kalangan masyarakat. Contoh kecil, seperti Norman Kamaru yang dulu terkenal dengan goyang indianya.

Padahal, awalnya dia hanya seorang polisi biasa yang sedang iseng saja kala lelah menghampiri. Tetapi, respons masyarakat kita (yang kebanyakan butuh hiburan) amat positif. Walhasil, jadilah Norman Kamaru ini sebagai idola “singkat” di kalangan masyarakat. Nah, seperti halnya dulu yang seperti itu, hingga sekarang pun masih sering terjadi idola “viral dan singkat” di kalangan masyarakat, terutama kalangan remaja kita.

Beberapa kali saat sedang bosan, pastinya remaja cyber zaman sekarang akan membuka hal-hal yang tak jauh, yang pastinya udah ketebak. Socmed. Benar sekali bukan? Anak muda zaman kini, terutama angkatan 90-an dan 2000-an, dikenal sebagai generasi “narsisme”, dan juga terkesan agak “foya”. Media sosial menjadi pelampiasannya, sebagai wadah untuk “pamer” dan at least sebagai tempat “nonton” saja.

Munculah kini istilah vlogger (sebutan untuk orang yang senang melakukan vlog, yaitu video blog) yang mulai booming di kalangan remaja. Sebut saja beberapa content creator di youtube macam Karin Novilda, Laurentius Rando, dll. O iya, saya tekankan dulu. Tulisan ini sama sekali bukan tulisan untuk judge! Lagipula, saya bukan tipikal orang yang suka menghina, apalagi di ranah publik.

Kembali lagi ke masalah generasi cyber, yang masih amat hangat untuk kita cicip. Sebenarnya, setiap umat manusia bebas kok untuk berekspresi di manapun kalian berada. Ini negara demokrasi, yang kebebasan pun terjamin. Namun, bukan berarti bebas yang keluar batas wajar. Kalau seperti itu, bisa bablas dan gawat nantinya. Peran orangtua juga yang harusnya mengontrol perilaku anaknya, dan juga “tontonan” anak mereka. Bukan tirani, tapi mengantisipasi.

Lebih baik menjadi orang yang mencoba baik, dan dihina munafik. Daripada, terus jujur dengan kebusukan kita. Toh, namanya manusia punya rasa khilaf dalam diri masing-masing. Miris sekali kalau semisalkan keadaan sekarang yang seperti ini dibiarkan. Hari ini tak terasa memang, tapi bagaimana puluhan tahun yang akan datang? Oleh karena itu, jangan sampai kita salah memilih panutan dan idola. Apalagi di zaman canggih seperti ini. Jangan sampai!

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *