Menu Tutup

Alhamdulillah, Kehadiran Paham Salafi-Wahabi Membuat Umat Islam Sadar Hal-hal Ini

DatDut.Com – Dalam beberapa tulisan aktivis Aswaja di medsos mengatakan bahwa karakter dan sepak terjang penganut faham Salafi-Wahabi di Indonesia terkesan lebih garang dan kaku ketimbang mereka yang ada di Arab Saudi yang notabene menjadi pusat penyebaran aliran ini semenjak Bani Saud berkuasa.

Contoh paling gampang adalah soal nama aliran. Penamaan aliran dengan sebutan Wahabi pertama kali dicetuskan justru oleh Syekh Sulaiman bin Abdul Wahab, kakak dari Syeh Muhammad bin Abdul Wahab, sang pendiri aliran ini.

Ulama kalangan Wahabi seperti Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz dalam Fatawa Nur ‘Ala Darbi hlm. 16 menanggapi penamaan tersebut dengan bangga. Beliau juga mengakui bahwa sebutan tersebut memang untuk dakwah Syekh Muhamad bin Abdul Wahab.

Anehnya, banyak penganut Salafi di Indonesia sibuk sendiri soal nama ini. Ada yang menerima dan bangga seperti sikap Syekh Bin Baz tadi, ada pula yang sibuk menolak dan menuduh bahwa penamaan itu hanya muncul dari kalangan Syiah.

Mereka merasa tersudutkan dengan penamaan ini. Sehingga, kita akan dapati bahwa soal nama Wahabi saja, kalangan mereka bisa beda. Ada yang bangga, ada merasa dilecehkan, ada yang minta disebut sebagai islam saja.

Di balik berbagai efek negatif dari gencarnya usaha menyebarkan faham Salafi-Wahabi, ternyata ada hal yang patut disyukuri. Karena muncul dan gencarnya mereka menyebarkan aliran dan pemahamannya di Indonesia, beberapa fenomena berikut ini muncul sehingga patut disyukuri, seperti berikut:

[nextpage title=”1. Memahami Landasan Tradisi Baik”]

1. Memahami Landasan Tradisi Baik

Bidah, syirik, murtad, dan sejenisnya adalah kata yang paling sering keluar dari ucapan penganut Salafi-Wahabi. Dakwah antibidah dan syirik mereka menabrak dan ingin menebas habis semua tradisi umat Islam yang tidak sealiran.  Ulama di Indonesia tentu akhirnya tidak tinggal diam. Berbagai usaha pembelaan, sosialisasi kepada umat, hingga menyerang balik hujjah kaum Wahabi pun dilakukan.

Efek positifnya, kini banyak umat Islam pengamal tradisi tahlilan, yasinan, selamatan, tawasul tabarruk, ziarah makam wali, maulidan, shalawatan yang semakin mengerti bahwa apa yang mereka jalani tidak seperti yang dituduhkan. Mereka kian paham landasan dan dalil dari tradisi baik. Meskipun banyak yang sekedar tahu tanpa mau susah menghapal dalil, mereka menjadi semakin mantap dalam beramal.

[nextpage title=”2. Semakin Sadar Pentingnya Bermazhab”]

2. Semakin Sadar Pentingnya Bermazhab

Dalam berbagai ungkapan yang terlontar, banyak penganut aliran ini yang mengajak umat Islam untuk tidak bermazhab. Cukup memahami agama dengan Alquran dan hadis.

Slogan “Kembali ke Alquran dan Sunnah” sering terucap. Meski akhir-akhir ini, slogan itu mendapat imbuhan “dengan pemahaman salafussaleh”. Inti dari slogan tersebut nyatanya adalah ajakan untuk memahami Alquran dan sunah hanya sesuai pemahaman kalangan mereka. Ada juga sebagian kalangan salafi yang menisbatkan diri bermazhab Hambali, namun kenyataannya, sepak terjangnya jauh dari tuntunan mazhabnya.

Tidak bermazhab adalah juga bermazhab. Itulah yang terjadi. Saat ada yang menyerukan untuk meninggalkan pemahaman agama dengan mengekor para imam mujtahid, dan langsung mengambil sendiri dari Alquran dan sunah, hakikatnya ia merintis mazhab atau jalan sendiri dan mengajak orang lain untuk mengikutinya.

Efek positif selanjutnya dari kemunculan Salafi-Wahbi adalah kesadaran penting bermazhab. Para santri di pesantren juga kian sadar dan giat untuk menggali hasil ijtihad yang disuguhkan ulama-ulama mazhab. Bukan lagi sekadar “kata kiai saya….”

[nextpage title=”3. Lebih Kritis terhadap Tradisi Kurang Baik”]

3. Lebih Kritis terhadap Tradisi Kurang Baik

Semangat menggebu-gebu kalangan Salafi dalam menyuarakan anti bidah hingga kebablasan juga ada efek positifnya terhadap umat Islam lainnya. Menyadari ada “tukang teliti”, kini umat Islam lebih hati-hati dalam menjalankan tradisi keislaman.

Berbagai kegiatan yang sudah dan mungkin menjadi sasaran vonis segera dibenahi dan ditinjau ulang, apakah layak dibela dan dipertahankan atau harus dibenahi. Meskipun banyak juga yang cuek karena sudah kebal dengan celotehan “bidah”, setidaknya umat Islam meningkat daya kritisnya untuk mendasari tradisi dengan dalil yang dapat dipertanggungjawabkan.

[nextpage title=”4. Menyadari Bahaya Fanatisme Berlebihan”]

4. Menyadari Bahaya Fanatisme Berlebihan

Entah sadar atau tidak, kalangan Wahabi hakikatnya mencontohkan fanatisme kelompok atau aliran yang berlebihan. Bagaimana tidak? Kalau setiap orang yang berbeda pendapat dan lain cara memahami agama lantas dicap syirik hingga kafir.

Mereka pula yang pertama kali mengeluarkan slogan Syiah bukan Islam. Padahal keputusan mayoritas ulama dunia dalam Konferensi Islam Internasional yang disebut dengan “Risalah Aman” masih menghargai syiah Zaidiyah dan Ja’fari sebagai mazhab dalam Islam.

Dari kalangan Salafi pula umat Islam menyadari betapa bahayanya fanatisme berlebihan terhadap pemahaman kelompok atau aliran. Fakta membuktikan bahwa berbagai tindak pengeboman dan teror berkedok Islam justru muncul dari penganut Salafi.

Efek dari hal tersebut, ulama dan para tokoh agama kian gencar menyuarakan pentingnya toleransi baik sesama muslim maupun terhadap nonmuslim. Banyak masyarakat yang mulai menyadari bahaya doktrin Wahabi. Jangankan dengan nonmuslim, dengan sesama muslim tapi beda mazhab saja Wahabi bisa mengkafirkan.

[nextpage title=”5. Semangat Belajar Agama dan Berbagi Ilmu”]

5. Semangat Belajar Agama dan Berbagi Ilmu

Dalam rentang masa yang panjang, umat Islam Indonesia, kalangan NU khususnya terlena dalam kedamaian bersama para ulama. Para kiai pun tak banyak yang mengulas dalil-dalil keagamaan. Mereka baru tergugah untuk kembali belajar dengan giat atau menggali kitab-kitabnya lalu mensosialisaikannya kepada umat ketika dakwah kalangan Salafi kian gencar.

Begitu pula informasi keislaman di internet yang sudah lebih dulu dikuasai kalangan Salafi, menggugah banyak kalangan muda pesantren untuk terjun dalam kancah perang informasi. Semua itu dilakukan dalam rangka menjawab dan membela pemahaman mereka.

Hasilnya, kini kalangan salafi sendiri juga kebingungan menghadapai perdebatan yang menyudutkan pendapat mereka. Dalam sengitnya perlawanan inilah, akhirnya kini banyak kalangan mereka yang lupa siapa pemantik masalah, lantas berseru, “Hentikan perdebatan!” dan sejenisnya.

Nah, Itulah antara lain efek positif kehadiran dakwah Wahabi. Sepertinya, menyadari hal ini, ada salah satu teman saya yang mengatakan, “Alhamdulillah, ada Wahabi. Jadi semangat ngaji lagi ….”

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *