DatDut.Com – Kiai merupakan gelar yang diberikan oleh masyarakat pada seseorang yang mempunyai pengetahuan agama yang mumpuni. Pada banyak kasus, seseorang baru bisa disebut kiai bila ia memimpin institusi yang bernama pesantren. Kiai selain dituntut untuk mempunyai pengetahuan agama yang luas, juga akhlak budi yang luhur sehingga layak diteladani.
Para kiai ini dalam istilah agama setara dengan ulama. Jauh-jauh hari Imam Al-Ghazali sudah mewanti-wanti adanya fenomena ulama su’. Menurut Sang Hujjatul Islam ini, ulama su’ itu orang yang ngerti agama tapi pola dan gaya hidupnya sama sekali tak mencerminkan dia ngerti agama.
Ternyata apa yang dikhawatirkan Imam Ghazali itu sepertinya mulai banyak kita temukan di sekitar kita. Para kyai yang memimpin pesantren justru sebagian terindikasi dengan jelas mengidap virus ulama su’. Setidaknya ini berdasarkan penuturan santri-santri atau mantan santri yang curhat, baik secara langsung, via telepon, SMS, maupun Whatsapp. Berikut 5 curhatan para santri itu:
1. Mobil dan Rumah Mewah
“Mobil Pak Kiai sering ganti. Kadang setahun ganti 2 kali. Baru-baru dan bagus-bagus. Sepertinya mobil mewah. Rumah dan perabotannya juga mewah,” curhat Hamid, santri pesantren X di bilangan Jakarta.
Kiai punya mobil dan rumah mewah itu hak yang bersangkutan. Tapi memamerkan dan memaparkan kemewahannya di hadapan para santri, tentu bukan sesuatu yang bijak. Apalagi santri sedang dilatih hidup sederhana, dan sebagiaannya berasal dari keluarga sederhana dan cenderung kekurangan.
2. Gaya Hidup Mewah
“Saya baru tahu kalau gaya hidup keluarga Pak Kyai seperti itu. Ini saya tahu setelah saya lulus dan kemudian berteman dengan istri Pak Kyai di media sosial. Istri Pak Kyai sering posting habis belanja ini-itu, makan di restoran-restoran mewah, dan jalan-jalan ke luar negeri untuk sekadar belanja,” kata Fitria, alumni pesantren modern X, melalui fasilitas chat di akun media sosialnya.
Sekali lagi, kiai atau keluarga kyai bergaya hodup mewah itu hak yang bersangkutan. Tapi memamerkan dan memaparkan kemewahannya di hadapan para santri, tentu bukan sesuatu yang bijak. Apalagi santri sedang dilatih hidup sederhana, dan sebagiaannya berasal dari keluarga sederhana dan cenderung kekurangan.
3. Sibuk di Parpol
“Saking sibuknya di partai politik, Pak Kyai kadang hanya mengajar kami sebulan sekali. Pernah sebulan tak mengajar. Padahal, setiap hari kami lihat Pak Kyai ada di rumah. Cuma ya itu pergi pagi dan pulang sudah larut malam. Di pesantren saya sering dikunjungi pejabat dan bos-bos partai. Biasanya pesantren dapat sumbangan setelah itu,” begitu penuturan via SMS dari Aziz, alumni pesantren terkenal yang sering diliput di televisi.
Sibuk dan aktif di partai politik (parpol) juga hak siapa pun dan dilindungi oleh konstitusi. Namun, mengabaikan dan menerlantarkan santri tanpa perhatian dan sentuhan keilmuan dan teladan, tentu bukanlah sesuatu yang bijak. Model kiai seperti ini juga perlu ada yang menasihati. Jangan sampai pesantrennya hanya dijadikan alat tunggangannya untuk mencapai ambisinya juga menambah pundi kekayaannya.
4. Sibuk dengan Proposal
“Kiai saya rajin sekali bikin proposal. Yang membuat memang santri. Cuma ya atas arahan dan permintaan Kiai. Biasanya proposalnya dikirim ke instansi-instansi peerintahan dan perusahaan-perusahaan, juga lembaga. Yang mengherankan kayaknya kiai lebih rajin bikin proposal daripada ngaji. Padahal kalau nulis buku, mungkin lebih bermanfaat. Hasil proposalnya kadang tak kelihatan juga sih,” jelas Salma, alumni salah satu pesantren di Jawa Tengah, lewat Whatsapp.
Kiai jenis ini sepertinya sedang mengalami disorientasi. Ia tidak memahami dengan baik tujuannya mendirikan pesantren. Kalau memang tujuannya untuk menjadikan pesantren sebagai kendaraan memuluskannya mendapatkan bantuan-bantuan dari instansi pemerintah, lembaga swasta, dan perusahaan, tentu ini amat memalukan. Tipe kiai seperti ini biasa cenderung malas mengajar santri. Semua diserahkan pada para ustad. Lalu, dari mana para santri akan mendapat keberkahan?
5. Sibuk Dakwah Kesana Kesini
“Dulu waktu nyantren, gak tahu kalau Pak Kiai itu sering tampil di TV. Maklum di pesantren kan gak bisa lihat TV. Dari cerita teman dan senior, aku akhirnya tahu kalau Pak Kiai suka ngisi acara di TV. Ada bangga juga sih. Cuma ya itu, waktu di pesantren aku malah gak pernah diajar di pesantren. Ya cuma beberapa kali aja. Itu pun di acara pengajian umum yang dihadiri masyarakat juga. Agak aneh juga sih kadang kalau mikir sekarang. Rumput di tempat lain dihijauin, tapi rumput di rumah sendiri justru dibiarkan kering atau kurang hijau. Pak kiai kayaknya terlalu sibuk dengan dakwah kesana kemari deh,” tutur Irul, alumni salah satu pesantren di Jawa Barat.
Berdakwah juga tugas orang-orang yang ngerti agama. Cuma kalau mengabaikan tugas utama mengajar dan mendidik santri yang diamanahkan pada diri kiai, tentu ini juga bagian dari pelanggaran amanah. Sebelum berdakwah keluar, kiai semestinya memfokuskan diri untuk lebih banyak memberi perhatian pada kualitas pendidikan santrinya. Jangan gara-gara godaan amplop di luaran, lalu menerlantankan santri. Maka, tak jarang alumni dari pesantren-pesantren seperti ini tak banyak menghasilkan santri yang berkualitas.
Nadya Vazlea | Pengagum yang saleh dan salehah
FB: Nadya Biena