Menu Tutup

Sebelum Wafat, Prof. Dr. Ali Mustafa Yaqub Mengajarkan 5 Cara Ini dalam Memahami Hadis

DatDut.Com – Salah satu sumbangan terpenting yang ditinggalkan oleh almarhum Prof. Dr. Ali Mustafa Yaqub adalah terkait cara memahami hadis dengan benar. Apa yang beliau sumbangkan ini terkait maraknya malpraktek dalam memahami hadis, sehingga muncul orang yang gampang menyalahkan pihak lain.

Padahal, memahami Hadis Nabi yang benar tidak cukup dengan hanya membaca terjemahnya saja. Terjemah-terjemah yang beredar di sekitar kita itu hanya untuk fasilitas mempermudah pemahaman kita untuk mengenal Hadis secara sepintas.

Apalagi saat ini kita dihadapkan banyak fenomena para ustaz yang mudah membidahkan dan bahkan mengkafirkan orang lain hanya dengan bersandar pada satu hadis saja. Padahal memahami Hadis tidak dapat sepotong-sepotong yang nantinya akan mengakibatkan pemahaman yang tidak utuh.

Terkait fenomena ustaz yang sering membidahkan amaliyah sesama Muslim, Prof. Dr. Ali Mustafa Yaqub, menduga bahwa bidah menurut ustaz-ustaz model di atas itu suatu ibadah yang mereka tidak ketahui dalilnya. Jadi semua amaliah ibadah yang tidak mereka ketahui dalilnya secara baik itulah bidah.

Karenanya, beliau menulis sebuah buku dalam bahasa Arab at-Thuruq ash-Shahihah fî Fahmi as-Sunnah an-Nabawiyyah. Dalam karyanya tersebut, Pengasuh Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences ini, mengajarkan cara memahami Hadis Nabi dengan benar. Saya sarikan 5 ulasannya berikut ini:

[nextpage title=”1. Pahami Ilmu Alat dengan Baik”]

1. Pahami Ilmu Alat dengan Baik

Ilmu alat dalam istilah Pesantren Salaf identik dengan ilmu-ilmu gramatikal Arab, balagah, usul fikih, mantik, dan lain sebagainya. Ilmu alat menjadi dasar untuk memahami sumber-sumber utama Islam, yaitu Alquran dan Hadis. Karenanya, setiap pesantren salaf menekankan pemahaman yang baik dan mendasar mengenai ilmu-ilmu alat ini. Pada bab pertama, kedua, dan ketiga, kiai Ali Mustafa Yaqub membahas secara khusus tentang majaz, ta‘wil, dan ‘illah.

Kajian tentang majaz terdapat dalam beberapa fan ilmu, diantaranya usul fikih dan balagah. Sementara kajian ta‘wil dan ‘illah dikaji dalam ilmu usul fikih. Ketiga pembahasan tersebut dapat dipahami secara baik bila kita telah mempelajari ‘ilmu nahwu dan sharaf dengan baik.

Karenanya, kiai Ali Mustafa Yaqub sering mengkritik ustaz-ustaz karbitan yang mematok harga dalam ceramahnya. Selain itu, mudahnya predikat ustaz didapatkan di Jakarta juga membuat ustaz-ustaz tersebut semakin pede, walaupun tanpa ilmu yang memadai

Baca: Mudahnya Dapat Julukan Ustaz di Indonesia, Ini 5 Dampak Negatifnya

[nextpage title=”2. Pahami Geografi Hadis”]

2. Pahami Geografi Hadis

Hadis Nabi memiliki konteks tersendiri secara geografis. Secara umum, Hadis-hadis Nabi diucapkan oleh Nabi Saw. ada di Mekah ataupun Madinah. Karenanya, ada beberapa hadis yang perlu dipahami secara geografis. Pria kelahiran Batang, Pekalongan, Jawa Tengah ini, mencontohkan hadis tentang sahabat yang meminta Rasulullah Saw. untuk berdoa meminta hujan di sekitar Madinah, karena waktu itu sedang terjadi kemarau dan paceklik.

Nabi berdoa, “Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kita (penduduk Madinah), jangan turunkan hujan yang membawa bencana untuk kita (penduduk Madinah)” (HR Bukhari). Bila dipahami secara tekstual, doa meminta hujan dalam hadis ini tidak tepat dipraktikkan oleh penduduk Jakarta, misalnya. Karena, kota-kota di sekeliling Jakarta memiliki dataran yang lebih tinggi.

Tentu doa ini sama saja meminta Jakarta untuk banjir. Kiai Ali Mustafa Yaqub menawarkan doa meminta hujan untuk penduduk Jakarta dengan redaksi, “Allahumma ‘ala al-Bahr, la ‘alaina wa la hawalaina.” Artinya, ya Allah, turunkan hujan di laut saja, bukan di Jakarta, bukan juga di daerah sekitarnya. Dengan kata lain, kita dianjurkan untuk memahami hadis secara kontekstual, bukan tekstual.

[nextpage title=”3. Bedakan antara Budaya Arab dan Sunah Nabi”]

3. Bedakan antara Budaya Arab dan Sunah Nabi

Pada bab kelima dalam karyanya itu, ulama hadis terkemuka di Asia Tenggara ini menyampaikan ayat Alquran mengenai perintah mengikuti ajaran Rasulullah Saw. dan menjauhi larangannya. Allah berfirman, “Setiap ajaran yang Rasululluh Saw. memerintahkan kepada kalian, maka lakukanlah. Sebaliknya, yang Rasulullah Saw. larang tinggalkanlah,” (QS al-Hasyr [39]: 7). Ayat ini bukan berarti kita harus mengikuti secara total yang dilakukan Nabi Saw. Karena, bisa jadi sebagian perbuatan yang dilakukan Nabi Saw. itu merupakan budaya, bukan ajaran agama.

Hal ini, menurut Kiai Ali, dipertegas dengan adanya hadis Nabi Saw, “Nabi Saw. datang ke Madinah dimana para penduduk Madinah saat itu sedang melakukan penyerbukan kurma. “Andai kalian tidak melakukan penyerbukan itu, niscaya kurma kalian akan tumbuh baik,” saran Nabi.

Ternyata, saran Nabi Saw. itu tidak tepat. Kurma yang dihasilkan justru tidak bagus. Lalu Nabi bersabda, “Saya hanyalah manusia biasa, (bisa salah dan benar dalam masalah duniawi). Karenanya, mungkin kalian lebih tahu dengan masalah duniawi masing-masing,” (HR Muslim). Memakai jubah bagi lelaki, cadar bagi perempuan hanyalah bagian dari budaya. Karenanya, orang Indonesia tidak perlu mengikuti cara berpakaian orang Arab.

[nextpage title=”4. Pelajari Konteks Sosial Hadis”]

4. Pelajari Konteks Sosial Hadis

Konteks sosial yang ada pada masa Nabi Saw. tentu sangat berbeda jauh dengan masa kita pada saat ini. Dalam bab ini keenam ini, Kiai Ali Mustafa Yaqub mencontohkan hal sederhana yang terjadi pada masa Nabi Saw. dan sangat berbeda jauh dengan masa saat ini, seperti salat menggunakan sandal, meludah di dalam masjid, dan buang air besar di ruang lapang.

Nabi melakukan ketiga hal ini karena saat itu belum terdapat keramik di masjid, belum ada toilet. Bila saat ini ketiga perbuatan Rasulullah Saw. tersebut dipahami secara tekstual justru itu bertentangan dengan tujuan hadis-hadis tersebut diucapkan.

[nextpage title=”5. Sebagian Hadis Miliki Sababul Wurud”]

5. Sebagian Hadis Miliki Sababul Wurud

Latar belakang suatu kejadian yang menyebabkan Nabi Saw. menetapkan suatu permasalahan berdasarkan ucapannya, perbuatannya, atau penetapannya itu disebut dengan sababul wurud Hadis. Kiai Ali Mustafa Yaqub mencontohkan hadis tentang hijrah sebagai salah satu hadis yang memiliki sababul wurud.

Dalam hadis tentang hijrah, terdapat redaksi atau perempuan yang akan engkau nikahi. Lantas apa kaitannya antara perempuan dengan hijrah? Ternyata hadis ini menegur salah seorang sahabat yang hijrah bersama Nabi Saw. karena berharap mendapatkan seorang wanita yang bernama Ummu Qais.  

 


Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *