Menu Tutup

Ini Bukti Betapa Mandirinya Pesantren dalam Mengolah Sampah, Limbah, dan Air

DatDut.Com – Sebagai lembaga pendidikan yang cenderung mandiri dalam berbagai hal, pesantren salaf terus menyesuaikan diri agar dapat menjaga eksistensi. Hal inilah yang menyebabkan kini banyak pesantren yang dulunya salaf murni tanpa ada kegiatan sekolah umum akhirnya melengkapi unit pendidikannya dengan menambahkan pendidikan sekolah umum. Jadilah pensantren semi modern.

Sejalan dengan perintah Alquran untuk menjaga kelestarian bumi dan tidak merusaknya, maka lembaga pesantren memiliki tanggung jawab untuk memikirkan berbagai “efek samping” dari adanya sebuah komplek pesantren dan santrinya. Pesantren selama ini identik dengan hal kesederhanaan. Ini sisi positifnya.

Namun ada hal identik yang negatif pada pesantren. Kumuh. Dengan berbagai latar belakang dan alasan, pesantren sering kurang dalam segi kebersihan dan akhirnya cenderung kumuh.

Selain soal kebersihan, masalah ketersediaan air bersih juga masih ada di sebagian pesantren. Setelah persoalan air bersih, pembuangan sisa penggunaan air pun bisa jadi masalah. Dengan santri yang jumlahnya ratusan bahkan ribuan, pembuangan limbah MCK yang tak diperhatikan tentu akan menimbulkan masalah lagi.

Kebersihan yang terkait erat dengan sampah, limbah, dan air minum mejadi hal terpenting dalam memoles pesantren agar lebih indah. Sehingga didikan akhlak/pekerti, keilmuan, dan kesantunan akan kian unggul dengan adanya pelestarian lingkungan. Nah, berikut ini 5 contoh kemajuan yang dilakukan beberapa pesantren, dan sebaiknya ditiru oleh pesantren-pesantren lainnya.

[nextpage title=”1. Pengolahan Sampah”]

1. Pengolahan Sampah

Pesantren Nurul Haramain, Narada, Lombok Barat (NTB) merupakan salah satu contoh pesantren yang berhasil mengelola sampah yang dihasilkan oleh para santri. Seperti dilansir pendidikanislam.id, setiap hari pesantren ini menghasilkan tidak kurang dari 1 ton sampah.

Setelah dinas kebersihan tidak bisa diandalkan untuk mengangkut sampah-sampah itu ke tempat pembuangan, Tuan Guru Hasanain Juaini, pengasuh pesantren Nurul Haramain tersebut berinisiatif mendirikan tungku pembakaran sampah. Dengan merogoh kas pesantren hingga Rp.100 juta, Pesantren Nurul Haramain berhasil membangun tungku pembakaran sampah yang bersuhu 600 derajat.

“Seratus juta itu investasi yang ideal. Sebenarnya kalau lahannya sudah ada, bisa lebih murah. Karena instalasi tungkunya saja sebenarnya hanya delapan juta, dan hanya perlu mengganti elemen besi beton setebal 21 mm di dalam tungku setahun sekali, seharga Rp1,5 juta,” ungkap Hasanain merinci.

Dalam tungku itu semua sampah organik dan nonorganik dimusnahkan setiap harinya. Sebelumnya, berbagai barang bekas yang masih layak pakai seperti pakaian, sendok, piring dipilah dan dibersihkan. Sementara itu berbagai sampah layak jual juga dipilih.

Menurut Tuan Guru Hasanain, biaya operasional meliputi gaji seorang penjaga dan biaya listrik yang totalnya 2 juta perbulan bisa terpenuhi dari penjualan sampah yang perbulannya menghasilkan uang hingga Rp. 3 juta.

[nextpage title=”2. Pengelolaan Air Limbah”]

2. Pengelolaan Air Limbah

Efek lain dari adanya komplek pesantren adalah adanya limbah cair berupa air sisa MCK. Umumnya kebanyakan pesantren membuang begitu saja air limbah ini ke sungai atau aliran air terdekat.

Bagi pesantren di pelosok dan di pedesaan atau pesantren yang masih punya santri puluhan hal ini tak begitu berefek dan bermasalah. Namun lain halnya jika pesantren-pesantren di perkotaan atau di kampung yang padat penduduk. Karena itu sudah waktunya pesantren menjadi pelopor pengelolaan limbah air ini.

Seperti yang dilakukan Pondok Pesantren An-Nur di Kelurahan Sumbertaman, Kecamatan Wonoasih, Kota Probolinggo, Jawa Timur. Pondok Pesantren An-Nur berinisiatif mendirikan instalasi pengolah air limbah (IPAL) komunal di Kota Probolinggo.

Dilansir oleh environment-indonesia.com fasilitas IPAL komunal ini tidak hanya dimanfaatkan untuk kepentingan santri ponpes, tetapi juga menampung air limbah rumah tangga dan limbah pabrik sekitar pesantren.

Pendirian IPAL komunal tersebut dimulai tahun 2013 setelah KH.Hasyibuan (Alm) menghibahkan tanahnya untuk pembangungan IPAL. Dengan memanfaatkan bantuan dari Indonesia Urban Water Sanitation and Hygiene USAID, instalasi tersebut berhasil dibangun.

Kini bukan hanya limbah dari para santri saja yang bisa ditampung dalam IPAL  tersebut, tetapi juga masyarakat sekitar turut menikmati fasilitas ini. ”Saya ingin pondok tidak lagi identik dengan kekumuhan. Kebersihan adalah sebagian dari iman, makanya kebersihan harus dijaga bersama-sama. Termasuk dengan membangun IPAL komunal ini,” ujar KH. Mahfud Sahal, Pengasuh Pesantren AN-Nur.

[nextpage title=”3. Pengolahan Biogas”]

3. Pengolahan Biogas

Biogas biasa diperoleh dari pengolahan tinja/kotoran dari hewan maupun manusia. Dengan adanay santri yang jumlahnya tak sedikit, ada beberapa pesantren yang memanfaatkan tinja para santri untuk diolah menjadi biogas.

Seperti Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an Tangerang, Banten misalnya. Pesantren ini mendirikan instalalsi pengolahan limbah tinja para santri untuk dijadikan biogas dan digunakan untuk keperluan memasak. Seperti dilansir daqu.sch.id, penggunaan biogas ini diresmikan mulai 4 Februari 2016.

[nextpage title=”4. Penyaringan Air Bersih”]

4. Penyaringan Air Bersih

Bagi pesantren yang masih mengandalkan air dari irigasi atau aliran sungai yang sering keruh saat hujan, ada baiknya mencontoh apa yang dilakukan Pondok Pesantren Ummul Quro, Leuwiliang, Bogor, Jawa Barat.

Seperti dikabarkan oleh hydrofilter.blogspot.co.id Pesantren ini memasang instalasi penyaringan air sungai yang selanjutnya digunakan untuk keperluan MCK para santri. Karena memang mengandalkan aliran sungai, dengan instalasi ini pesantren dapat memenuhi kebutuhan air bersih untuk para santri.

Agak beda lagi yang dilakukan di pesantren La Tansa, Lebak, Jawa Barat. Menurut kelair.bppt.go.id, pesantren ini memiliki fasilitas yang disebut Unit Pengolahan Air Bersih dengan Saringan pasir lambat.

Air yang ditampung dari sungai diendapkan dalam kolam yang dasarnya dilapisi pasir dan kerikil. Selanjutnya hasil endapan dialirkan ke beberapa kolam lain yang berfungsi sebagai penyaring kedua. Hasil penyaringan kedua ini selanjutnya ditampung dalam kolam ketiga yang berfungsi sebagai penampung sebelum dialirkan ke beberapa titik sebagai air siap pakai.

[nextpage title=”5. Pengelolaan Air Minum”]

5. Pengelolaan Air Minum

Bagi santri di pedesaan yang belum terjamah polusi dan air tanah masih bersih, minum langsung dari sumur atau mata air adalah hal biasa. Bahkan ada guyonan kalau masih pilek karena minum air mentah, berarti belum lulus ujian jadi santri. Dan memang setelah terbiasa minum air mentah, tak ada lagi yang pilek.

Namun beda lagi kalau pesantren sudah di daerah perkotaan atau pemukiman sudah mulai ramai, maka mengandalkan air tanah sudah tidak begitu layak lagi diminum mentah-mentah. Memasang instalasi filter air air adalah solusinya. Dengan alat semacam ini santri bisa minum air tanpa harus memasaknya, dan terjamin kebersihannya.

Seperti yang diterapkan di Pesantren Darussalam Blokagung misalnya. Meskipun di kawasan desa, Pondok Pesantren di Banyuwangi ini telah memiliki fasilitas filter air minum untuk para santri. Para santri cukup membawa galon atau termos untuk mengambil air.

Itulah 5 fasilitas pelengkap yang sebaiknya direncanakan pengadaannya di pesantren. Agar pesantren semakin menjadi pelopor dalam masyarakat. Pelopor pendalaman ilmu agama, pelopor budaya santun, dan pelopor santri yang perhatian terhadap lingkungan.

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *