DatDut.Com – Beberapa hari terakhir, seruan #boikotsariroti terus menuai kecaman. Gerakan yang bermula dari kekecewaan sebagian umat Islam atas klarifikasi PT. Nippon Indosari Corpindo terkait Aksi Bela Islam III atau aksi 212 itu masif disuarakan di dunia maya dan dipraktikkan di dunia nyata. Bahkan ada yang berlebihan hingga mengunggah foto penghinaan terhadap produk Sari Roti.
Sebagaimana dilansir pwmu.co, menyikapi pengumuman klarifikasi Sari Roti pada 3 Desember lalu, Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak, menyerukan boikot membeli produk Sari Roti agar pihak perusahaan lebih baik. Seruan senada juga disuarakan oleh Imam Besar FPI, Habib Rizieq Syihab.
Setelah protes dan seruan boikot menjadi viral akhirnya sejak 9 Desember kemarin, pengumuman tersebut telah dihapus dari situs resmi Sari Roti, www.sariroti.com. Belum ada keterangan resmi atas dihapusnya pengumuman itu. Padahal sebelumnya pengumuman tersebut dimuat dan dibuat sebagai tampilan pop-ads atau iklan melayang yang selalu tampil setiap pengunjung membuka halaman situs.
Soal boikot memang gampang. Namun siapakah yang paling awal menderita atas diboikotnya produk tersebut? Tentu bukan perusahaannya, apalagi pemilik perusahaan, tapi para penjual keliling.
Penjual Sari Roti yang pada aksi 212 diviralkan sebagai sosok dermawan oleh sebagian Fanpage, tiba-tiba dihempaskan dengan aksi boikot. Itulah pesan yang tersirat dalam sebuah postingan pengguan FB bernama Fauzan Emmerling.
Diunggah pada 11 Desember sekitar jam 10 pagi, status Fauzan Emmerling telah diviralkan para pengguna FB. Dalam waktu 15 jam kemudian, status yang dilengkapi foto sosok penjual bernama Pak Thurmudzi tersebut telah dibagikan hingga 11.055 kali.
Status ini mendapat 13 ribu tanggapan baik emoticon suka, sedih, maupun wow. Komentar dalam status tersebut pun mencapai 4,5 ribu komentar. Berikut kisah sedih penjual Sari Roti tersebut.
“Pagi ini beli roti lebih banyak dari biasanya. Sejak pindah ke sini punya langganan tukang roti keliling. Namanya pak Thurmuzi. Beliau sudah tua, tapi masih kerja karena punya keluarga yang harus disokong. Anaknya masih sekolah dan ada biaya kontrak rumah yang nilainya cukup lumayan buat beliau.
Pagi ini beliau curhat, sudah 3 hari jualannya tidak laku.
“Pada mboikot, Mas. Ndak mikirin orang kecil kayak saya ini harus makan. Seenaknya aja mentang-mentang pada demo. Saya yang pusing sekarang. Anak istri mau dikasi makan apa. Cari uang udah susah malah ditambah susah…”
Saya langsung beli lebih banyak. Saya juga punya keluarga dan tau rasanya kalau tidak bisa makan, pengalaman jaman muda dahulu. Saya memang tidak ikut boikot karena menurut saya menggelikan. Dibalik perusahaan Sari Roti tersebut banyak sekali pak Thurmuzi pak Thurmuzi lainnya yang bergantung dari berjualan roti merk tersebut.
Anda mungkin bisa berkata, “Kan tinggal berjualan roti lain”
Gampang dan enak ya bilangnya. Kenyataannya masyarakat seperti Pak Thurmuzi tersebut sulit sekali mencari pekerjaan dan yang lebih mampu harusnya malah membantu mereka. Ijazah belum tentu punya, faktor umur dan segudang faktor penghambat lainnya sering membuat mereka sulit dalam urusan mencari pekerjaan. Belum lagi kalau mengingat pekerja-pekerja di pabrik yang juga menggantungkan hidupnya dari roti tersebut.
Mohon anda-anda semua wahai para pemboikot yang merasa hidupnya sudah sangat suci sehingga tidak mungkin salah memikirkan saudara-saudara sebangsa kita ini juga. Kebencian yang sudah akut sampai tidak menggunakan akal sehat ini sudah kelewatan. Akal sehat yang diberikan Allah SWT sudah tidak dipakai, hanya kebencian yang dipakai. Selain boikot juga sampai buang makanan segala. Itu namanya mubazir dan itu dilarang oleh Rasullulah SAW. Tahukah anda bahwa banyak orang yang kelaparan setiap harinya dan anda malah buang-buang makanan yang seharusnya buat mereka? Sekarang terasa semakin kelewatan karena khotbah Jumatan kemarin juga membahas Sari Roti dan mengajak orang membenci. Apa begini yang namanya Rahmatan lil Alamin?
Saya muslim dan saya akan tetap beli Sari Roti karena memang sudah disertifikasi halal dan juga enak rotinya. Saya ga punya KTP DKI juga jadi untuk pilgub tidak ada hubungannya dengan saya. Selain itu saya bisa bantu pak Thurmuzi dan tidak tahu berapa banyak lagi buruh yang bekerja di pabriknya. Anda mau benci saya, mau bilang saya auto kafir atau antek asing atau mau unfriend saya itu terserah anda. Hanya Allah SWT yang berhak menilai iman saya, bukan anda.
To be clear ya, saya bukan bela sari roti-nya. Kalau kondisinya perusahaan roti lain yang diginiin tetep saya bela juga karena ini untuk orang-orang yang mencari rezeki di perusahaan tersebut
Silahkan share jika anda berkenan. Kita bantu juga saudara-saudara kita, rakyat kecil yang berjualan. Jika anda ingin menghubungi pak Thurmuzi untuk tabayyun silahkan DM saya.
Edit sedikit ternyata namanya pak Thurmuzi dan ini saya tambahin foto beliau. Saya jadi ada plan lain untuk membantu sesama. Besok akan saya share karena hari ini sudah cukup dahulu sharenya.”
Kisah ini tampak lebih asli dan bisa dipercaya ketimbang kisah sejenis yang juga viral dua hari sebelumnya. Bahkan kisah tersebut sudah ditayangkan dalam beberapa situs.
Namun sayangnya kurang bisa dipercaya karena tidak jelas siapa pelaku yang katanya mewawancarai penjual roti hingga mengecek keadaan rumahnya.
Walhasil, alangkah baiknya jika yang menyerukan boikot kembali menelisik asal mula kenapa Sari Roti harus melakukan klarifikasi.
Klarifikasi tersebut muncul demi menegaskan bahwa ada pihak yang memborong produk Sari Roti dan bukan perusahaan yang membagikannya gratis. Perusahaan Sari Roti tampaknya juga enggan brand-nya terangkat akibat salah sangka.
Masih ingatkah Anda ketika ada kisah viral tentang penjual yang bersedekah 6 roti lalu mendapat balasan langsung dengan uang Rp. 1 juta. Ia lalu membagikan roti dagangannya gratis. Kisah tersebut dimuat oleh FP Aswaja Garis Lurus (kalau belum dihapus), dan juga diangkat oleh Aa Gym.
Berita viralnya kisah ini masih bisa dibaca di Republika Online dengan judul “Aa Gym Terharu Baca Kisah Penjual Sedekahkan Roti di Aksi 212.”
Sebaliknya, pihak PT. Nippon Indosari Corpindo memang harus meminta maaf karena telah menggunakan kata-kata yang menyinggung umat Islam, khususnya yang ikut aksi 212.
Kalau sekadar meluruskan berita yang terlanjur viral, seharusnya bahasa yang dipakai tidak perlu mengandung tuduhan bahwa kegiatan ABI III adalah kegiatan bermuatan politik, memecah belah NKRI, dan anti kebhinekaan. Tiga hal inilah yang membuat umat Islam peserta Aksi Bela Islam marah. Wallahu a’lam.
- Pengumuman Kelulusan Sertifikasi Dai Moderat ADDAI Batch 3 - 2 September 2023
- ADDAI Akan Anugerahkan Sejumlah Penghargaan Bergengsi untuk Dai dan Stasiun TV - 18 November 2022
- ADDAI Gelar Global Talk Perdana, Bahas Wajah Islam di Asia Tenggara - 7 Oktober 2022