Menu Tutup

Tentang Bendera Negara, Ini yang Paling Penting dan Harus Semua Orang Tahu

DatDut.Com – Sejak ramainya kasus penistaan bendera merah putih dan penetapan salah satu tersangka, maka gambar-gambar dan foto pembanding marak beredar. Tujuannya bisa jadi dua kemungkinan. Sebagai penuntut keadilan dalam memperlakukan pelaku pelanggaran terhadap bendera merah putih, bisa juga sebagai pembelaan dan pembenaran.

Di antara gambar yang beredar itu ada foto dekorasi saat upacara bendera di Istana Kepresidenan yang menampilkan Presiden Jokowi menginjak kain merah putih. Ada anggota Polri yang melakukan terjun payung dengan membawa bendera merah putih dengan tulisan besar ketika menjelang Pilkada Aceh. Dan yang paling ramai dikomentari adalah soal bendera berlogo Metalica, OI (fans Iwan Fals) dan Slank.

Dengan adanya momentum penangkapan dan penetapan Nurul Fahmi sebagai tersangka dalam kasus pencoretan Bendera Merah putih dengan kalimat tauhid dan gambar pedang, maka beberapa hal berikut sangat penting diketahui masyarakat luas. Diantara berbagai aturan yang diterangkan luas dalam UU. No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera Negara, berikut 4 hal yang sangat perlu diketahui:

1. Kriteria Bendera Negara

Dengan mengetahui kriteria bendera negara Sang Merah Putih, maka kita akan mengerti mana yang bisa dikatakan bendera negara dan mana yang bukan. Tidak semua kain merah putih lantas tergolong bendera yang tak boleh dicoret-coret.

Dalam pasal 4 UU No 24 Tahun 2009, dikatakan bahwa bentuk bendera negara adalah persegi panjang dengan ukuran lebarnya 2/3 dari ukuran panjang. Warna bagian atas merah dan bagian bawah putih dengan ukuran yang sama. Bendera negara sang merah putih juga terbuat dari kain yang tidak luntur warnanya

Sedangkan berbagai ukuran bendera merah putih juga diatur dalam pasal yang sama pada ayat ke 3 dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. 200 cm x 300 cm untuk penggunaan di lapangan istana kepresidenan;
  2. 120 cm x 180 cm untuk penggunaan di lapangan umum;
  3. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di ruangan;
  4. 36 cm x 54 cm untuk penggunaan di mobil Presiden dan Wakil Presiden;
  5. 30 cm x 45 cm untuk penggunaan di mobil pejabat negara;
  6. 20 cm x 30 cm untuk penggunaan di kendaraan umum;
  7. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kapal;
  8. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kereta api;
  9. 30 cm x 45 cm untuk penggunaan di pesawat udara; dan
  10. 10 cm x 15 cm untuk penggunaan di meja.

Jadi dengan ketentuan ini kita bisa mengerti kenapa yang digunakan dalam dekorasi saat upacara di istana negara dan diinjak presiden tidak tergolong bendera. Hanya kain merah putih. Perlu Anda tahu pula, sejak zaman dahulu, presiden saat upacara juga menginjak dekorasi panggung upacara yang berupa kain merah putih.

Begitu pula yang dibawa anggota polri saat terjun payung di Aceh. Ukuran perbandingan panjang dan lebarnya tidak sesuai dengan ketentuan “lebar 2/3 dari panjang” juga tidak tergolong bendera negara.

2. Antara Sang Merah Putih dan Sang Saka Merah Putih

Penyebutan antara Sang Merah Putih dan Sang Saka Merah Putih juga masih sering rancu. Bahkan dalam berbagai upacara bendera di sekolahan masih banyak pemimpin upacara yang memberi komando penghormatan dengan kalimat, “Kepada Sang Saka Merah Putih… hormat … Grak!”

Sebagaimana dipaparkan dalam pasal 5, sebutan Sang Saka Merah Putih atau Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih, adalah penyebutan untuk bendera merah putih yang dikibarkan saat proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 di Jl. Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta.

3. Larangan Terkait Bendera Negara

Apa saja yang tidak boleh kita lakukan terhadap bendera negara? Dalam Bab II Pasal 24 dikatakan:

“Setiap orang dilarang:

a. merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara;

b. memakai Bendera Negara untuk reklame atau iklan komersial;

c. mengibarkan Bendera Negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam;

d. mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain dan memasang lencana atau benda apapun pada Bendera Negara; dan

e. memakai Bendera Negara untuk langit-langit, atap, pembungkus barang, dan tutup barang yang dapat menurunkan kehormatan Bendera Negara.

4. Ancaman bagi Pelaku Pelanggaran

Pelaku penghinaan terhadap bendera, bisa dikenakan pasal penghinaan terhadap bendera negara atau simbol negara . Dalam undang-undang tersebut diterangkan dalam Bab VII  tentang ketentuan pidana dari pasal 66 sampai pasal 77. Antara lain ancaman bagi pelaku adalah:

Setiap orang yang merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

5. Kasus Penistaan Bendera Negara Harus Jadi Momentum Sosialisasi UU No. 24 Tahun 2009

Dengan ditangkapnya Nurul Fahmi dan ditetapkan sebagai tersangka, serta protes sebagian masyarakat, maka pemerintah dan pihak berwenang memang harus tanggap. Semua perbuatan yang dianggap tergolong menghina dan merendahkan kehormatan bendera negara harus ditindak dengan tegas dan adil.

Masyarakat sebagai warga negara juga harus lebih mau belajar aturan negara terkait aturan berbagai hal yang sering terlaku dalam keseharian. Seperti soal bendera, banyak yang belum mengerti aturan-aturannya. Sehingga masih banyak orang yang melakukan penambahan simbol tertentu dalam bendera merah putih maupun benda yang merepresentasikan bendera merah putih.

Terakhir, menyusul maraknya protes masyarakat terkait penanganan kasus penghinaan bendera negara, polisi segera bertindak mengusut banyak kasus pencoretan bendera merah putih. Seperti dilansir Solo.Tribun. News, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono memastikan kepolisian akan menelusuri kasus dugaan penghinaan bendera lainnya.

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *