Menu Tutup

Awasi Anak Anda Tonton Sinetron Remaja, Ini 5 Contoh Tak Mendidiknya

DatDut.Com – Beberapa waktu lalu Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melarang tayangnya beberapa film kartun dengan berbagai alasan. Kini yang tersisa tinggal Upin Ipin, Keluarga Somat, dan Sopo Jarwo.

Kalau diperhatikan, sebenarnya sinetron remaja yang menampilkan aktifitas sekolah sebagai salah satu ikonnya, lebih layak untuk dilarang tayang ketimbang film kartun.

Sinetron-sinetron remaja ini sama sekali jauh dari semangat pendidikan yang ditanamkan di sekolah. Justru mengajarkan banyak hal buruk dan tak pantas dilakukan anak sekolah.

Kalau mau melindungi generasi kita dari tontonan “sampah”, maka selain film kartun, KPI harusnya menyoroti sinetron-sinetron sekolahan yang gak nyekolah itu.

Dari ngrumpi di grup FB bernama Komunitas Bisa Menulis, saya menyimpulkan sedikitnya 5 hal buruk dalam sinetron sekolahan.

1. Seragam yang Amburadul

Seragam siswi yang nyleneh dan minim lebih banyak dipertontonkan sinetron sekolahan. Padahal sangat sedikit sekali atau bahkan tak ada sekolahan yang mengijinkan siswinya berseragam rok mini.

Yang lebih parah, siswi pemakai rok panjang ataupun berjilbab lebih sering menggambarkan tokoh yang culun, lugu dan selalu jadi bahan tertawaan dan ejekan.

Selaras dengan gaya siswinya yang hampir mirip artis, para siswanya pun berpakaiaan amburadul ala geng dalam film-film Korea atau Jepang. Selain itu, penampilan mereka disulap dengan aneka gaya rambut plus diwarnai. Memangnya ada sekolah yang membiarkan siswanya bergaya preman?

Sama halnya dengan siswi yang memakai rok panjang, cowok yang berseragam sopan selalu mewakili tokoh yang culun. Lengkap dengan kacamata minus plus celana yang cingkrang. Tapi cingkrangnya tak menampakkan nuansa religi ala salafi, namun lebih pada karakter keculunan untuk melengkapi kacamata minus tadi.

Biasanya, pemeran cowok culun itu dilengkapi dengan model rambut belah tengah. Ini sama saja mem-bully siswa yang tekun rapih, santun, dan tekun belajar.

2. Pamer Kendaraan

Sinetron-sinetron sekolahan selalu menunjukkan gaya hidup hedonis dengan berkutat pada ajang pamer kendaraan. Realitanya sih jarang banget sekolahan yang membolehkan siswanya membawa motor sport ke sekolah.

Paling banter diantarkan dengan mobil mewah, tetapi ya mobinya balik lagi atau langsung ke tempat kerja orang tuanya.  Ini sekolahan atau showroom motor dan mobil sih?!

Seharusnya, orangtua juga tidak mengizinkan anaknya membawa kendaraan mewah sendiri ke sekolahan. Selain untuk menimbulkan kecemburuan sosial, hal ini juga dapat memancing penjahat untuk beraksi.

3. Minim Kegiatan Belajar

Bagaimana bisa film berlatar sekolah tetapi tak ada kegiatan belajar. Yang ada hanya kencan dan rebutan gebetan atau malakin anak-anak culun. Poin ini juga bisa kita temukan dalam sinetron berlatar pesantren. Sama sekali tak menggambarkan kegiatan pesantren. Tak ada mengaji khas santri.

Yang ada hanya masak, berkelahi dengan penjahat, PDKT ke putri kiai, keseharian santri yang campur antara cewek dan cowok. Sungguh menyimpang.

Walaupun sebenarnya ada pesantren yang karena keterbatasannya, dalam beberapa kegiatan masih harus bersama antara santri putra dan putri, tapi tak sebegitu parahnya.

4. Cerita Hanya Seputar Perebutan Pasangan

Kalau diperhatikan, yang ditayangkan setiap hari dalam sinetron sekolahan hanya berkutat pada rebutan gebetan, ancam mengancam, celotehan ngalor-ngidul, kecerewetan salah satu pemeran sinetron dan sejenisnya.

Sekolah kok hanya rebutan pacar bukannya berebut prestasi. Nah, ini yang perlu disoroti para orangtua agar Anda dipilihkan film-film terbaik untuk mendidik karakternya sebagai penerus bangsa.

5. Mencontohkan Kekurangajaran Pada Guru

Poin ini bisa menjadi percontohan murid untuk melawan guru. Sinetron-sinetron sekolahan lebih sering mempertontonkan para geng sekolahan yang merepotkan guru. Prestasi nol kelakuan ngalahin Sinchan.

Serba susah memang pendidikan zaman sekarang. Mau keras kepada murid nakal, orangtuanya lapor polisi, takut berurusan dengan Komisi Perlindungan Anak dan Komnas HAM.

Kalau dibiarkan semakin parah dan dianggap tak mendidik siswa dengan benar. Maju salah, mundur salah. Saya rasa lebih banyak kasus siswa menyusahkan guru ketimbang guru yang melanggar HAM pada siswa.

Oh, iya. Saya tidak menyebutkan judul sinetron tertentu, kan? Jadi, semoga tidak tersinggung dan semoga menjadi masukan para orangtua untuk memperbaiki kualitas anak Anda.

nasrudin maimunKontributor : Nasrudin | Penggemar martabak dan bakso

FB: Nasrudin El-Maimun

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *