Menu Tutup

Aqidatul Awwam, Kitab Akidah yang Dipelajari di Pesantren dengan 5 Keunikannya

DatDut.Com – Kalangan muslim di Indonesia, utamanya dari kalangan NU, telah menanamkan akidah terhadap generasinya secara perlahan sejak masa kecil. Lewat pujian atau syair yang antara azan dan iqamah di masjid, mushalla, atau surau di kampung-kampung, ajaran akidah Ahlussunnah perlahan mengakar. Anak-anak dikenalkan dengan teologi ala Mazhab Asy’ariyyah yang dikenal dengan sebutan Aqaid 50.

Aqaid 50 terdiri dari 20 sifat wajib, 20 sifat mustahil, dan 1 sifat jaiz bagi Allah. Lalu 4 sifat wajib bagi rasul, 4 sifat mustahil, dan 1 sifat jaiznya. Ajaran teori tauhid inilah yang telah ada jauh sebelum datangnya ajaran yang memperkenalkan konsep tauhid uluhiyyah, rububiyyah, dan asma` wa shifat yang ujung-ujungnya sering melahirkan vonis syirik terhadap berbagai amaliyah umat islam.

Salah satu kitab paling mendasar tentang konsep tauhid aqoid 50 adalah kitab Aqidatul Awwam karya Sayyid Ahmad al-Marzuqi (1205- 1281 H). Terdiri dari 57 bait, kitab ini memuat pokok-pokok ajaran tauhid secara singkat, padat dan berisi.

Kitab ini telah tersebar luas dalam bentuk terjemah bahasa Jawa oleh K.H. Bisri Mustofa (ayahanda Gus Mus) dengan judul Rawihah al-Aqwam. Dalam bentuk komentar (syarah) Syekh Nawawi Banten juga telah menulis kitab Nuruzh Zhalam. Inilah 5 fakta tentang keunikan Aqidatul Awwam:

[nextpage title=”1. Berawal dari Mimpi”]

1. Berawal dari Mimpi

Syekh Nawawi Banten ketika mengawali kitab syarahnya atas Aqidatul Awwam menukil sebuah kisah unik. Sayangnya beliau tidak menjelaskan kisah tersebut diriwayatkan oleh siapa. Disebutkan bahwa Sayyid Ahmad berimimpi bertemu Nabi Muhammad Saw diiringi para sahabat. Mimpi itu terjadi pada penghujung malam jum’at pertama, tanggal 6 rajab 1258 H.

Dalam mimpi itu, Rasulullah bersabda pada Sayyid Ahmad, “Bacalah untaian bait tentang tauhid yang siapa menjaganya akan masuk surga, memperoleh kebaikan yang diinginkan, dan sesuai dengan Alquran dan sunah.” Sayyid Ahmad bertanya, “Bait apakah itu, Rasulallah?” Para sahabat menyahut, “Dengarkanlah apa yang akan diucapkan oleh Rasulullah.”

Kemudian Rasulullah membacakan bait per bait Aqidatul Awwam dan Sayyid Ahmad diperintah untuk mengulang setiap selesai satu bait. Rasulullah membimbing hingga bait :وَصُحُـفُ الْخَـلِيْلِ وَالْكَلِيْمِ * فِيْهَـا كَلاَمُ الْـحَـكَمِ الْعَلِـيْمِ (bait ke-26).

Ketika Sayyid Ahmad terjaga, ia telah hapal ke-26 bait yang diajarkan dalam mimpi itu. Hingga pada malam jumat tanggal 28 Dzulqa’dah, beliau kembali bermimpi bertemu dengan Rasulullah dan para sahabat.

Dalam mimpi itu, Rasulullah bersabda, “Bacakan apa yang telah kau hapal.” Sayyid Ahmad lalu membaca bait-bait tersebut. Setiap selesai satu bait, para sahabat mengucap “amin”. Usai membacakan seluruh bait yang dihapalnya, Rasulullah mendoakan Sayyid Ahmad. “Semoga Allaah menolongmu kepada amal  yang diridai-Nya, menerima amal itu darimu, memberi kebaikan atasmu dan seluruh mukminin dengan bait-bait itu. Amin.”

Setelah banyak orang mendengar bait atau nazam tersebut, orang-orang meminta beliau mengajarkannya. Lalu Sayyid Ahmad menambahkan bait-bait lain hingga selesai 57 bait.

[nextpage title=”2. Tidak Seluruh Sifat Disebutkan”]

2. Tidak Seluruh Sifat Disebutkan

Dalam menjelaskan sifat wajib, mustahil bagi Allah, nazam Aqidatul Awwam tidak menyebutkan seluruh sifat mustahil. Cukup dengan isyarat, “Sifat mustahil adalah kebalikan dari sifat wajib. Limapuluh perkara tersebut wajib dihapalkan.”

Melengkapi penjelasan tersebut, K.H. Bisri Mustofa dalam terjemahannya membuatkan jadwal khusus sehingga lima puluh pokok akidah aswaja itu bisa dipahami dengan mudah.

[nextpage title=”3. Beberapa Hal Wajib”]

3. Beberapa Hal Wajib

Selain mengajarkan Aqaid 50, Aqidatul Awwam juga memuat penyempurnaan keterangan dengan menjelaskan hal-hal yang harus diketahui dan diyakini umat islam. Tambahan keterangan yang wajib diketahui dan dihapal muslim adalah nama-nama 25 rasul, kitab-kitab yang diturunkan, dan nama-nama sepuluh malaikat utama.

Selain itu di bagian penutup, muallif (pengarang) melengkapi lagi dengan hal-hal yang wajib diimani dan diketahui terkait hari akhir, keluarga besar rasulullah, hingga menyinggung tentang mikrajnya Nabi Muhammad Saw.

[nextpage title=”4. Masalah Melihat Allah Saat Isra’ Mi’raj”]

4. Masalah Melihat Allah Saat Isra’ Mi’raj

Dalam kitab ini diterangkan bahwa saat mi’raj hingga ke tempat yang disebut sebagai Sidratul Muntaha. Di sana Rasulullah diberi karunia untuk melihat Allah Swt. Kejadian melihat tersebut tidak bisa dijelaskan cara dan bagaimananya.

Bila kayf (tanpa tatacara) adalah istilah yang dipakai dalam hal ini. Artinya, meskipun Nabi Muhammad meihat wujud Allah, namun prosesnya tak bisa disifati dan dijelaskan karena Allah Mahasuci dari keserupaan dengan makhluk. Tidak terikat arah dan tempat.

Masalah melihat Allah memang masih dalam ranah khilaf. Dalam hal ini, Aqidatul Awwam mencukupkan dengan pendapat bahwa Nabi melihat Allah saat mikraj tanpa cara dan sifat. Sebagaimana juga terjadinya mendengar kalam dari Allah. Kalam tersebut tidak memakai huruf, suara, lidah, atau apa pun hal yang terkait makhluk.

[nextpage title=”5. Penamaan yang Diakhirkan”]

5. Penamaan yang Diakhirkan

Hal unik lain dari Aqidatul Awwam adalah penyebutan nama yang diakhirkan. Umumnya kitab-kitab lain akan menyebutkan nama kitab di awalnya. Seusai basmalah, hamdalah, sedikit untaian kata yang sedikit menyinggung isi kitab, kemudian memperkenalkan nama kitab. Tapi tidak demikian dengan Aqidatul Awwam. Setelah menyelesaikan semua pembahasan, barulah diperkenalkan nama kitab dan identitas sang penulisnya.

 

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *