Menu Tutup

Benarkah Allah Bertempat di Langit? Yuk Pahami Argumen Pendukung dan Pembandingnya

DatDut.Com – Salah satu keyakinan dalam beragama Islam yang sering disebar di berbagai website adalah meyakini bahwa Allah Swt. itu bertempat. Tempatnya di Arsy, dan Arsy itu bertempat di langit. Keyakinan ini diklaim oleh sebagian kelompok yang mengaku sebagai pengikut ulama salaf adalah keyakinan yang benar dan wajib diikuti semua umat Islam.

Bahkan tak jarang, karena ada yang berbeda tentang akidah, akhirnya keluarlah vonis kafir. Lebih dalam lagi masalah ini kemudian diseret ke ranah sains, di mana muncullah fatwa paling kontroversi abad ini bahwa meyakini bumi bulat adalah kafir. Fatwa ini akhirnya dirujuk oleh pencetusnya, Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz (lihat Wikipedia dan fatwaonline.com).

Berbagai dalil dan pendapat ditampilkan panjang lebar demi mendukung teologi ini. Tetapi, sebenarnya bagaimanakah yang benar? Apakah Allah Swt. sebagai Tuhan Yang Maha Pencipta benar-benar bersemayam (istiwa’) di arsy di langit ketujuh? Mari kita bedah dalil masing-masing pihak untuk kemudian menuju suatu simpulan.

[nextpage title=”1. Ayat-ayat Dalil Allah di Langit (Bersemayam di Atas Arsy)”]

1. Ayat-ayat Dalil Allah di Langit (Bersemayam di Atas Arsy)

Mereka yang meyakini bahwa Allah bersemayam di Arsy dan di langit, selalu bersandarkan kepada makna literal atau zahir dari ayat-ayat berikut ini.

الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى

Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas ‘Arsy,” (QS Thaha [20]: 5).

Selain itu ada beberapa ayat sejenis dalam Alquran, yaitu yang memuat kata istawa yang dimaknai dan diterjemahkan sebagai bersemayam. Ayat-ayat tersebut yaitu al-A’raf [7]: 54, Yunus [10]: 3, al-Furqan [25]: 59, ar-Ra’d [13]: 2, as-Sajadah [32]: 4, al-Hadid [57]: 4.

وَالْمَلَكُ عَلَى أَرْجَائِهَا وَيَحْمِلُ عَرْشَ رَبِّكَ فَوْقَهُمْ يَوْمَئِذٍ ثَمَانِيَةٌ

Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan Malaikat menjunjung ‘Arsy Tuhanmu di atas (kepala) mereka,” (QS al-Haqqah [69]: 17).

أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمُ الأرْضَ فَإِذَا هِيَ تَمُورُ

Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa Dia akan menjungkirbalikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang?” (QS al-Mulk [67]: 16).

Kata man dalam ayat ini dimaknai dan diterjemahkan sebagai Allah.

إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ

“… kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya …” (QS al-Fathir [35]: 10).

Ayat-ayat senada yaitu an-Nisa’ [4]: 148, Ali Imran [3]: 55, di mana kata rafa’a, yarfa’u, rafi’uka yang kemudian diikuti kata ilaihi diartikan sebagai naik ke atas atau langit yang menunjukkan bahwa Allah Swt. bertempat di atas langit.

يَخَافُونَ رَبَّهُمْ مِنْ فَوْقِهِمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

“Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka),” (Qs. an-Nahl [16]: 50).

Kata fawqihim dalam ayat ini dimaknai sebagai bertempat diatas mereka.

[nextpage title=”2. Ayat-ayat Allah Tidak di Langit”]

2. Ayat-ayat Allah Tidak di Langit

Di sisi lain, ayat yang secara teks, kalau mengimbangi prinsip memahami ayat harus dengan zahir teks tanpa takwil, di Alquran juga dijumpai ayat-ayat yang arti lahirnya menunjukkan Allah Swt. justru tidak di langit. Berikut ayat-ayatnya.

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ

“Apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat,” [QS al-Baqarah[2]: 186).

وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ

“… dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat leher,” (QS Qaf [50]: 16).

وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, Maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha mengetahui,” (QS al-Baqarah[2]: 115).

Kata fatsamma wajhullah, kalau diartikan secara tekstual berarti di situlah wajah Allah. Berarti saat kita menghadap timur atau barat, di arah itulah wajah Allah berada. Masih tentang makna tekstual, kata wajh pun menurut mereka harus diartikan sebagai muka. Jadi, bagaimana Allah di langit kalau muka-Nya di bumi?

يَوْمَ نَطْوِي السَّمَاءَ كَطَيِّ السِّجِلِّ لِلْكُتُبِ كَمَا بَدَأْنَا أَوَّلَ خَلْقٍ نُعِيدُهُ وَعْدًا عَلَيْنَا إِنَّا كُنَّا فَاعِلِينَ

“(yaitu) pada hari Kami gulung langit seperti menggulung lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai panciptaan pertama Begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati. Kamilah yang pasti akan melaksanakannya,” (QS al-Anbiya’ [21]: 104).

Kalau Allah diyakini berada di langit, bagaimana tempat Allah saat Dia menggulung langit dan bumi?

وَقَالَ إِنِّي ذَاهِبٌ إِلَى رَبِّي سَيَهْدِينِ

“Ibrahim berkata, “Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku,” (QS ash-Shaffaat [37]: 99).

Ini ucapan Nabi Ibrahim a.s. saat menuju Palestina. Ia katakan akan menuju Tuhan. Berarti Allah tidak di langit tetapi ada di bumi Palestina. Sekali lagi pegang dulu makna tekstual ayat sebagaimana dalam penagrtian ayat-ayat sifat Allah.

هُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الأرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik ke langit. Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan,” (QS al-Hadid [57]: 4).

Dalam satu ayat ini lihat bagaimana secara tekstual, Allah ada di langit, namun pada bagian akhir ayat Allah juga berada di bumi menyertai kita.

أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلاثَةٍ إِلا هُوَ رَابِعُهُمْ وَلا خَمْسَةٍ إِلا هُوَ سَادِسُهُمْ وَلا أَدْنَى مِنْ ذَلِكَ وَلا أَكْثَرَ إِلا هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُوا ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Tidakkah kamu perhatikan bahwa Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya. dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada. kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu,” (QS al-Mujadalah [58]: 7).

Begitulah. Jika memahami teks ayat Alquran mengikuti makna dzahir saja tanpa mempertimbangkan bagaimana memahami ayat-ayat yang tergolong mutasyabihat. Jika Anda memahami ayat di poin pertama secara tekstual dan lahiriyah makna, maka Anda juga harus konsisten terhadap ayat-ayat di poin kedua. Sehingga ini akan membingungkan, Allah itu di langit ataukah dibumi?

 

Baca Juga: