Menu Tutup

Agar Hidup Bahagia, Amalkan 5 Nasihat Pujangga Jawa Ini

DatDut.Com – Kehidupan di dunia ini hanyalah sementara. Semua orang tidak tahu kapan dan di mana dia mati. Sebenarnya hidup itu berputar hanya antara mudah dan sulit. Tidak ada selain kedua tersebut. Perlu kedewasaan dalam mengarungi kehidupan yang sementara ini. Para koruptor yang mencuri uang negara itu, bukan mereka tidak pintar, tapi mereka tidak dewasa.

Kedewasaan tersebut kita dapatkan dengan cara noto ati, menata hati, seperti yang diajarkan para pujangga zaman dulu. Nasihat-nasihat mereka dapat kita jadikan pedoman hidup agar bahagia, rukun dan tentram selalu. Berikut 5 poin nasihat pujangga Jawa zaman dulu yang saya sarikan dari salah satu grup Whatsapp:

1. Hidup Berkah

Kata berkah itu diserap dari bahasa Arab, barakah. Menurut Imam Khalil, seperti dikutip dalam Mu’jam Maqayisul Lughah, barakah itu berarti bertambah dan berkembang kebaikannya. Hidup berkah berarti hidup yang selalu meningkatkan kualitas dalam hal-hal positif. Untuk mencapai hidup berkah, orang Jawa menasihati kita seperti ini:

Wong yen nerimo, uripe dowo. Wong yen sabar, rejekine jembar. Wong yen ngalah, uripe bakal berkah.

Orang yang menerima hidup apa adanya, akan panjang umur. Orang yang sabar, rezekinya akan bertambah. Orang yang mengalah, hidupnya akan berkah.

Ketiga kunci nasihat pujangga Jawa zaman dulu, menerima apa adanya, sabar, dan mengalah, dapat menjadi pegangan hidup agar kehidupan kita semakin hari semakin membaik. Menerima apa adanya tentu bukan tanpa usaha. Setelah kita berusaha maksimal dan berdoa, kemudian kita gagal, di sinilah kita harus memposisikan diri kita sebagai orang yang nerimo.  

2. Kejujuran, Rendah Hati, dan Ketekunan

Sopo sing jujur, uripe yo makmur. Sopo sing suloyo, uripe yo sangsoro. Sopo sing sombong, amale bakal kobong. Sopo sing telaten, bakal panen. 

Yang jujur, hidupnya akan makmur. Yang berdusta, hidupnya akan sengsara. Yang sombong, amal ibadahnya akan habis terbakar. Yang telaten, akan menuai hasil.

Menurut para pujangga zaman dulu, kunci keberhasilan itu di antaranya jujur, rendah hati, dan tekun. Dalam dunia kerja, sekali Anda ketahuan tidak jujur, tentu klien Anda tidak akan mempercayai Anda untuk kedua kalinya. Kejujuran itu modal dasar bagi kita dalam berinteraksi dengan masyarakat.

Selain itu, rendah hati juga merupakan etika yang diajarkan dalam Islam. “Hormatilah orang yang lebih dewasa dari Anda, dan sayangilah mereka yang lebih muda di bawah Anda.” Dalam bahasa Arab, tekun dapat dipadankan dengan istiqamah. Artinya, apa yang kita kerjakan tidak dapat dinikmati hasilnya hanya dalam waktu yang sebentar. Butuh ketekunan dan kesabaran dalam menggeluti bidang yang kita minati.

3. Jangan Banyak Mengeluh

Sebelumnya sudah saya katakan bahwa hidup itu antara senang dan susah. Bila senang jangan lupa daratan, dan bila susah tidak perlu mengerutu berkepanjangan. Nah, pujangga Jawa zaman dulu menasihati kita seperti ini:

Ojo podo ngresulo, mundak gelis tuwo. Sing wis lungo, lalekno.

Jangan menggerutu terus, nanti akan cepat tua. Yang telah berlalu, lupakanlah.

Bila kita meyakini bahwa semua yang terjadi itu atas kehendak Tuhan, maka rasa kecewa, sedih, dan putus asa akan segara teratasi sedikit demi sedikit (Baca: Gagal Move On, Ini 5 Nasihat Ahli Tasawuf). Bukan hanya cepat tua, memikirkan terus-menerus masalah yang menimpa kita justru dapat mengakibatkan penyakit dalam diri kita, seperti penyakit TBC.

4. Pandai Bersykur

Banyaknya tindak pidana korupsi bukan karena para pejabat tak tercukupi. Gaji yang berlimpah, bila tidak tidak disyukuri akan terasa sedikit dan kurang terus. Akal (hati kecil) dan nafsu akan selalu berebut peran dalam mengendalikan langkah dan tindakan yang dilakukan manusia. Bila manusia mengikuti akalnya, tentu langkahnya akan berujung positif. Sebaliknya, bila nafsu yang mengendalikan, pasti langkah yang diambil akan berujung tidak baik.

Terkait syukur, pujangga Jawa zaman dulu menasihati kita:

Sing durung teko, entenono. Sing wis ono, syukurono.

Yang belum ada, tunggulah pada waktunya, dan yang sudah ada disyukuri dulu.

Menurut mereka, bersyukur itu tidak mencari-cari sesuatu yang kita inginkan di luar batas kemampuan. Selain itu, bersyukur juga dapat berarti menggunakan fasilitas yang ada sebaik mungkin untuk tujuan positif.

5. Kebahagian itu Mudah

Menurut orangtua zaman dulu, kebahagian hidup itu sangat mudah diraih, yaitu dengan cara sehat jasmani dan rohani. Kala kita sehat jasmani, makan, tidur, dan ibadah pun terasa nyaman. Bayangkan, jika kita sakit, makan dengan lauk mahal dan enak sekalipun, kita tidak akan selera mengunyahnya. Begitupun dengan tidur dan ibadah.

Selain itu, kita juga perlu memiliki kesehatan rohani. Kesehatan rohani versi orangtua di antaranya dapat teridentifikasi dengan cara rukun dengan keluarga, tetangga, dan memiliki rasa kebersamaan satu sama lain.

ibnu kharish1Penulis : Ibnu Kharish | Penulis Tetap Datdut.com

Fb : Ibnu Harish

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *