Menu Tutup

Sosok Penggubah Syiir Tanpa Wathon yang Selama Ini Dianggap Karya Gus Dur

 

DatDut.Com – Sayup-sayup bait-bait syair (atau di Jawa Timur lebih populer sebagai syiir) terdengar di pedalaman Kota Udang. Mendengarnya begitu memanjakan telinga akan tembang islam jawa dan menghayatinya membuat hati tenang temaram,

Sebuah syiir yang mengajarkan akan pentingnya toleransi antar umat manusa. Syiir yang mengajak kepada manusia untuk menjadi insan seutuhnya dengan mensucikan diri dari segala yang dilarang-Nya.

Dan pembacaan syiir ini dibacakan oleh seorang kyai muda yang bergitu bersinar wajahnya bagus, akhlaknya, damai hatinya. Beliau K.H. Muhammad Nizam As-Shofa atau populer dengan panggilan Gus Nizam, Pengasuh Pondok Pesantren Ahlus Shofa wal Wafa, Simoketang, Wonoayu, Sidoarjo.

Syiir Tanpo Wathon ini menjadi salah satu masterpiece-nya dalam menyebarkan islam rahmatan lil alamin. Syiir ini sebenarnya sudah ada sejak 1987, tetapi baru dikenalkan pada masyarakat umum pada tahun 2004.

Syair itu pertama kali dibacakan setelah pengajian Jamiul Ushul fil Auliya karya Syekh Ahmad Dhiyauddin Mustafa Al-Kamisykhawani, kitab wajib penganut thariqah Naqsabandiyyah Khalidiyah. Kitab itu dibaca bersama dengan kitab Fathur Rabbani wa Faidu Rahmani karya Sulthanul Auliya Syekh Abdul Qadir Jailani.

Gus Nizam sendiri yang membaca sekaligus sebagai mursyid thariqah ini. Beliau sendiri berbaiat pada Abah Hasan, khalifah dan mursyid Syekh Khadirun Yahya.

Syiir ini disusun setelah kiai 42 tahun ini menjalani khalwat dengan pauasa mutih serta membisu di kamar sambil merenungi atas problematika umat Islam yang kian memperihatinkan. Umat Islam bermusuhan satu sama lain, yang menimbulkan perpecahan di kalangan mereka sendiri. Hal ini sebagaimana tercermin dalam bait syiirnya:

Akeh kang apal quran hadise
Seneng ngafirke marang liyane
Kafire dewe dak digatekke
Yen isih kotor ati akale 2x

(Banyak yang hafal Al-Qur’an Hadist
Suka mengkafirkan orang lain
Kafirnya sendiri tak diperhatikan
Jika masih kotor hati pikirannya)

Syiir ini disusun oleh Alumnus Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir selama 2 minggu dengan 17 bait yang kemudian disederhanakan menjadi 13 bait kemudian ditembangkan dalam pengajian setiap hari Rabu dengan menkaji kitab di atas. Pengajian ini dikenal dengan rebonan atau selapanan.

Disebut “Syiir Tanpo Wathon” karena jika dimaknai secara harfiah tanpa batas ibarat laut tak bertepi dan tak terukur kedalamannya.

Syiir kemudian semakin tersebar luas ketika suatu ketika Imam Nahrawi (sekarang Menteri Pemuda dan Olahraga) dan Muhaimain Iskandar sowan untuk meminta dukungan untuk maju sebagai DPR Pusat dan meminta syiir tersebut untuk digandakan dan disebarkan di Jakarta.

Berbarengan dengan wafatnya K.H. Abdurrahman Wahid pada akhir tahun 2011, di mana saat itu Masjid Jami’ Malang mengumandangkan syiir yang dilantunkan oleh K.H. Marzuki Mustamar, Pengasuh Pondok Pesantren Sabilur Rosyad, Gasek Karangbesuki, Kota Malang.

K.H. Marzuki sendiri bahkan mewajibkan sebelum pengajian menembangkan syiir ini sehingga masyarakat mengenalnya dengan “Syiir Gus Dur” karena mendengar suaranya yang begitu mirip dengan cucu K.H. Hasyim Asyari ini dan bait-baitnya yang mencerminkan ajaran-ajaran yang disebarkan selama hidupnya yang mengajarkan islam yang tasamuh dan toleran pada perbedaan.

Sebagai informasi, Gus Nizam sendiri merupakan cucu dari K.H. Sahlan Thalib, Krian, Sidoarjo, guru dari K.H. Masud Pagerwojo, Sidoarjo dan K.H. Ahmad Bagur Mafadlaluddin Shaleh Al-Mahbub Rahmat Alam, dari Sanan Turen, Malang (Pendiri Masjid Tiban Sanan Turen).

Gus Nizam tak mempermasalahkan jika syiir ini dinibatkan pada Gus Dur dengan nada santainya “Gitu aja kok repot”, bahkan bersyukur karena dikaitkan dengan idola Gus Nizam sejak dulu. BBahkan kiai kelahiran 23 Oktober 1973 ini pernah berjumpa Gus Dur saat studi di Bumi Kinanah, Mesir.

Hal ini berbuah manis dengan semakin populernya syiir ini, bahkan suara beliau terdengar sangat mirip dengan suara Gus Dur. Habib Syekh pun dalam setiap majelis shalawatnya selalu melantunkan syiir ini dengan suara khasnya.

Tetapi kemudian jamaah pengajian yang jumlahnya 3000-an dari berbagai kota di Jawa Timur, kemudian mendaftarkan mahakarya beliau ini kepada Kementerian Hukum dan HAM.

Syiir ini pun kemudian terdaftar dengan no registrasi C002011011997 atas Nama KH. Muhammad Nizam As-Shofa. Meski begitu, syiir ini bisa digunakan siapa saja. Berikut ini syiir tersebut:

Ayo nglakoni sekabehane
Alloh kang bakal ngangkat drajate
Senadjan asor toto dzohire
Ananging mulyo maqom drajate
 
(Mari jalani semuanya
Allah yang akan mengangkat derajatnya
Meskipun rendah secara lahiriah  
Namun mulia kedudukan derajatnya di sisi Allah)
 
Lamun palastro ing pungkasane
Ora kesasar roh lan sukmane
Den gadang Alloh swargo manggone
Utuh mayite ugo ulese
 
(Ketika ajal telah datang di Akhir
Tidak tersesat jiwa raganya
Disanjung Allah surga tempatnya
Utuh jasadnya juga kain kafannya)
 
 

 

 

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *