Menu Tutup

Ini 4 Hal yang Membuat Orang Berasumsi Bahwa PBNU Mendukung Ahok, Padahal Tidak!

DatDut.Com – Akhir-akhir ini, NU sebagai organisasi seolah tersandera dalam hiruk-pikuk pertarungan politik di ibu kota. Tarik menarik pengaruh dari ke tiga kubu pasangan calon terkadang melibatkan figur-figur yang dikenal luas sebagai tokoh NU.

Sehingga di segmen masyarakat tertentu, ada kesan yang timbul bahwa NU sebagai organisasi telah bersikap tak netral dalam perhelatan ini, atau dengan kata lain menganggap PBNU terlibat dalam politik praktis. Hal-hal apa saja yang membangun persepsi semacam itu? Inilah 4 diantaranya :

1. Fatwa Pemimpin Non-Muslim

Yang dikatakan fatwa itu sebenarnya adalah perkataan Kiai Said Aqil Siradj yang disampaikan dalam sebuah acara Rapat Kerja Lembaga Pertanian NU beberapa waktu lalu di Jakarta. Dalam sebuah video klarifikasi yang bisa disaksikan di youtube, beliau mengatakan bahwa perkataan itu disandarkan pada perkataan seorang ulama bermazhab Hanbali yang hidup pada abad ke VII Hijriyah, Syekh Ibnu Taimiyah.

Dalam video itu pula, Kiai Said menyangkal persepsi orang yang mengatakan bahwa pendapatnya itu sebagai bentuk dukungan bagi Ahok yang akan mencalonkan diri dalam pemilihan kepada daerah di DKI.

Berikut ini petikan nas Ibnu Taimiyah yang dibacakan kiai Said :
“Sesungguhnya Allah akan memperkuat negara yang adil walaupun dipimpin oleh seorang non muslim dan Allah tidak akan melanggengkan negara yang zhalim walau dipimpin oleh seorang muslim”. Selanjutnya, “Rasulullah bersabda bahwa ada 2 kejahatan yang akan disegerakan balasannya di dunia, yakni kezhaliman dan memutuskan silaturahim. Maka pemimpin yang zhalim akan dihancurkan oleh Allah di dunia meskipun di akhirat akan diselamatkan oleh Allah karena keimanannya. Karena keadilan adalah aturan dari segala sesuatu, maka jika dunia diatur dengan keadilan maka dia akan tegak meskipun yang memerintahnya tidak akan mendapat balasan di akhirat.”

Menanggapi pertanyaan mengenai sebuah ayat yang memerintahkan muslim untuk memilih pemimpin yang seakidah, Kiai Said menjawab dengan mengatakan bahwa hal itu dalam kondisi di mana ada calon pemimpin muslim yang memenuhi syarat sehingga memiliki kapabilitas yang sama dengan calon nonmuslim.

Jadi, bisa kita pahami bahwa sebenarnya yang dikatakan di atas adalah dalam konteks darurat, bukan begitu?

[nextpage title=”2. Bersikap Netral terhadap Aksi Massa”]

2. Bersikap Netral terhadap Aksi Massa

Menyikapi gerakan massa yang dipelopori oleh GNPF-MUI, PBNU menyatakan sikapnya untuk tidak terlibat secara organisatoris. Meski begitu, ada juga elemen NU yang menyambut adanya aksi tersebut di antaranya Ikatan Alumni Santri Sidogiri (IASS).

Ikatan alumni salah satu pondok pesantren masyhur di Pasuruan itu menanggapi aksi demo 4 Nopember 2016 dengan mengeluarkan surat instruksi kepada semua alumninya untuk mengikuti kegiatan gerak batin bersama dengan pembacaan hijib nashor dan shalawat Nariyah pada malam sebelum diadakannya aksi.

Selain itu, secara khusus diintruksikan kepada Pengurus Wilayah IASS Jabodetabek untuk menjadi relawan sosial dengan syarat mengenakan atribut dan tanda pengenal relawan sosial IASS. Berikut beritanya.

Sikap yang sama juga diperlihatkan oleh PP Muhammadiyah. Secara kelembagaan, mereka tidak mendukung atau menolak aksi namun tidak ingin membatasi hak warganya dalam berdemokrasi.
Mungkin ada yang berkilah,”Lhoh, iku KOKAM terlibat dalam aksi di 2 Desember, kok!”

Yang seperti ini mungkin kurang cermat dalam membaca berita. KOKAM yang mengkoordinir elemen Muhammadiyah yang ingin berpartisipasi dalam aksi 2 Desember itu dibentuk menjelang aksi, KOKAM di sini akronim dari Gerakan Nasional Komando Kawal Al Ma’idah bukan Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah yang semacam Banser-nya NU itu.

[nextpage title=”3. Buku Saku “]

3. Buku Saku “7 Dalil”

Beberapa hari ini, sempat santer di media sosial mengenai penangkapan yang dilakukan oleh warga di sebuah kawasan di Jakarta Timur terhadap oknum pendukung salah satu pasangan calon yang Pilkada DKI.

Yang menjadi fokus permasalahan adalah ditemukannya barang bukti berupa buku saku dengan judul “7 Dalil Umat Islam DKI dalam Memilih Gubernur”. Dalam buku tersebut, tertulis nama Rais Syuriyah PBNU, K.H. Ahmad Ishomudin atau Gus Ishom.

Kontan saja, para warganet melayangkan tuduhan bahwa PBNU terlibat dalam kampanye, menilik nama yang tertera di situ bukanlah ‘orang biasa’ di tubuh PBNU.

Sebenarnya buku itu sudah menjadi perhatian serius Gus Ishom beberapa bulan lalu ditandai dengan adanya klarifikasi yang dimuat oleh portal resmi NU. Gus Ishom mengatakan bahwa perkataan yang dimuat di situ adalah taushiyah yang pernah dibawakannya saat acara Peringatan Hari Santri pada Oktober 2016 yang diadakan oleh RelaNU di Wisma Antara, Jakarta. Ringkasan taushiyah itu ditranskrip dan digunakan sebagai sarana kampanye tanpa ijin. Selengkapnya bisa dilihat di sini.

Ada yang tahu RelaNU? Relawan Nahdlatul Ulama? Bukan, RelaNU itu adalah kumpulan relawan pemenangan Ahok-Djarot, singkatan dari Relawan Nusantara. Entah mengapa pada lambangnya, huruf “N” dan “U”-nya menggunakan huruf kapital dan terdapat pula 9 buah gambar bintang dengan warna hijau. Apakah hal itu dimaksudkan untuk membangun opini bahwa NU mendukung Ahok? Hmmm…

[nextpage title=”4. Tokoh-tokoh NU Dekat dengan Ahok”]

4. Tokoh-tokoh NU Dekat dengan Ahok

Berbarisnya tokoh-tokoh muda NU di kubu Ahok-Djarot sedikit banyak mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai konstelasi politik internal anak-anak muda NU dalam perebutan gelar juara DKI. Sebut saja Nusron Wahid dan Muhammad Guntur Romli.

Siapa yang tidak kenal mantan ketua GP Ansor yang kontroversial itu. Kapasitasnya itu bukan tidak mungkin akan menggiring persepsi khalayak bahwa Nusron membawa gerbong NU dalam dukungannya kepada Ahok.

Ditambah lagi kalau menemukan berita tentang begitu terbukanya tangan Gus Nuril, pengasuh Pondok Pesantren Sokotunggal Semarang terhadap Ahok yang pernah menyambanginya di Jakarta.

Yang terakhir saat menyebarnya foto tentang kehadirannya bersama Nusron Wahid di istighosah yang diadakan oleh Ketua PPP Djan Faridz, meskipun di hari berikutnya muncul klarifikasi darinya bahwa kedatangannya itu bukan untuk menghadiri istighosah namun hanya diminta untuk mengisi pengajian setelah istighosah.

Kalau mau menengok ke belakang, Anda akan makin yakin setelah menemukan fakta bahwa Ahok pernah mendapatkan Gus Dur Award pada 2014 lalu.

Dengan mempertimbangkan beberapa poin di atas, makin yakinlah orang bahwa meskipun tidak ada pernyataan resmi dari PBNU tentang dukungan mereka terhadap Ahok namun faktanya banyak elemen NU yang mendukung atau paling nggak tidak anti terhadap Ahok.

Masuk akal bukan? Ya, masuk akal. Tapi tidak tepat digunakan sebagai dalil untuk memvonis PBNU mendukung Ahok. Mengapa? Jawabannya sederhana, mari kita sedikit buka kembali sejarah perjalanan NU.

NU memang sudah pernah menjadi kekuatan politik pasca keluar dari Masyumi pada tahun 1952. Sejak bertransformasi menjadi Partai Nahdlatul Ulama, NU mengikuti 2 kali Pemilihan Umum dan menjadi partai dengan pendukung yang besar, setelah PNI dan Masyumi.

Namun pada tahun 1984, tepatnya pada Muktamar NU ke-27 di Situbondo, NU memproklamirkan diri untuk kembali ke khitthah 1926, yakni kembali tidak melibatkan diri dalam pergulatan politik Tanah Air. Proses kembalinya NU ke khitthah itu sendiri cukup panjang dan berujung pada Muktamar Situbondo itu.

Dengan mengetahui fakta itu, harusnya mudah bagi kita untuk mengartikan bahwa semua kegiatan para tokoh di atas sebagai kehendak dan manuver pribadi yang terlepas dari organisasi. Itupun kalau memang semua pribadi yang disebutkan di atas benar mendukung Ahok. Jadi, tidak perlu lagi ada yang berkata “fatwa PBNU mendukung di A”, agar tidak terlihat ahistoris.

“NU ada di mana-mana, namun tidak kemana-mana”, begitu bunyi kalimat yang dipopulerkan oleh tokoh NU, K.H. Achmad Shiddiq untuk menggambarkan khitthah NU secara singkat.

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *